Jumat, 19 Juni 2009

Arti Seorang Sahabat


By ; Syamsul Arifin

Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri. Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.
Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya. Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.
Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya, ia memberanikan diri menegur apa adanya. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.
Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis. Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.
Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya. Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda ? Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai ? Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa memberikan apa-apa ?

MEREKALAH SAHABAT ANDA
Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita"

Ada Apa Dengan Kebijakan Pendidikan Kita?


Oleh : Kholifah Noviana

Wacana pendidikan merupakan suatu wacana populis (merakyat) yang tidak mungkin ada habisnya di negeri ini. Berbagai asumsi dan opini yang menjadi wacana mengenai pendidikan, banyak muncul terkait dengan nasib pendidikan kita yang selama ini masih dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Permasalahan-permasalahan seperti terlalu minimnya fasilitas pendidikan, mahalnya biaya pendidikan dan rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini, merupakan pekerjaan rumah yang serius bagi pemerintah kita. Selama ini berbagai kebijakan dan terobosan telah dilakukan pemerintah untuk mendongkrak kemajuan pendidikan di negeri ini, namun hal tersebut hingga kini belum mampu memperlihatkan hasil yang sempurna, masih banyak permasalahan-permasalahan pendidikan yang harus dibenahi atau bahkan dirombak total. Dari sebab itu dalam tulisan ini redaksi berusaha sedikit mengurai mengenai beberapa hal terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia.

Problem Pemerintah Dalam Penerapan Kebijakan Pendidikan
Selama kurun tahun 2006 pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah kebijakan BOS (bantuan Operasional Sekolah) dan penerapan standar kelulusan UN sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut mampu menjadi solusi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia? Karena pada tataran realitas, selama ini nasib pendidikan di Indonesia kalau tidak dikatakan mundur berarti masih tetap berjalan di tempat. 
Ada dua hal mungkin yang bisa menjadi sorotan terkait kurang optimalnya pemerintah dalam membenahi sistem pendidikan nasional di Indonesia. Yang pertama, adalah harus adanya penerapan kebijakan yang berbasiskan pada realitas pendidikan. Penerapan kebijakan yang berbasiskan realitas merupakan suatu hal yang wajib menjadi landasan dalam setiap kebijakan pendidikan. Karena realitas mampu menampilkan kondisi pendidikan yang sesungguhnya. 
Basis realitas pendidikan yang dimaksud adalah basis realitas pendidikan yang diambil secara komprehensif (menyeluruh) dan objektif yang terdapat pada seluruh daerah di Indonesia. Faktor komprehensifitas dan objektifitas ini menjadi prinsip utama dalam penerapan kebijakan yang berbasiskan realitas, karena dari kedua prinsip ini gambaran realitas pendidikan di Indonesia tidak akan menjadi abu-abu dan sempit. Dari sinilah kemudian kebijakan-kebijakan baru bisa diterapkan.  
Kemudian yang kedua, adalah peran pemerintah dalam melakukan pengawasan dan kontrolling terkait dengan penerapan kebijakan-kebijakan pendidikannya. Peran pemerintah dalam melakukan pengawasan kebijakannya tersebut menempati posisi yang sangat urgen pada tataran keberhasilan penerapan kebijakannya tersebut. Selama ini, hal yang paling rapuh dan lemah dalam usaha memajukan pendidikan di Indonesia adalah tidak adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah pusat terkait dengan kebijakan-kebijakannya. Hal tersebut kemudian bisa melahirkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan para oknum di daerah-daerah yang merasa leluasa tanpa adanya pengawasan dari pusat.
Suatu contoh adalah dengan adanya kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang selama setahun terakhir ini menjadi sorotan berbagai kalangan pemerhati pendidikan di Indonesia. Pidato Presiden SBY pada Rapat Paripurna DPR Agustus 2006 yang menyatakan bahwa pemerintah telah mendistribusiskan BOS ke 29,4 Juta murid SD dan 10,5 Juta murid SMP, pada perspektif pemerintah pusat hal itu mungkin merupakan suatu terobosan yang spektakuler dan menjadi parameter bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Namun, bagi sebagian kalangan pemerhati pendidikan hal tersebut hanya merupakan setitik kemajuan yang hanya dapat dilihat dari segi jumlah atau kuantitas umum saja. Karen pada tataran praksis di lapangannya distribusi dana BOS yang disampaikan Presiden SBY tersebut belum mampu secara utuh meringankan beban biaya pendidikan masyarakat. Karena lagi-lagi hal yang substansialnya meringankan beban biaya pendidikan tersebut, justru oleh beberapa kelompok oknum di daerah-daerah dimanfaatkan sebagai lahan baru bagi praktek-praktek korupsi dan rekayasa untuk melahirkan biaya-biaya baru yang diperuntukkan kepada murid di luar biaya BOS.
Jadi, pada satu sisi ada upaya pemerintah meringankan beban biaya pendidikan masyarakat dan pada sisi lainnya ada upaya beberapa oknum untuk menciptakan tarikan beban biaya baru di luar BOS yang harus ditanggung oleh masyarakat. Ketumpangtindihan dan rekayasa model baru inilah yang terjadi pada masyarakat kita. Hal tersebut bisa terjadi karena kurangnya pengawasan pemerintah pusat dalam mengawal kebijakan-kebijakannya, yang akhirnya mengakibatkan masyarakat menjadi korban beban biaya pendidikan terus-menerus.  

UAN dan UN.
Sebagai sebuah upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, sejak tahun ajaran 2002/2003 pemerintah menggalakkan kebijakan UAN (Ujian Akhir Nasional) sebagai standarisasi nilai kelulusan secara nasional. Kebijakan ini sejak digulirkan hingga kini menjadi polemik tersendiri bagi kalangan pemerhati pendidikan di Indonesia, bahkan bagi pihak kementrian pendidikan nasional sendiri pun harus disibukkan dengan kebijakannya ini.
Pokok permasalahan dalam kebijakan UAN adalah pada tahap standarisasi nilai kelulusan yang ditetapkan oleh pemerintah. Semenjak pertama UAN digulirkan standard nilai yang diterapkan oleh pemerintah adalah 3,01. Kemudian, pasca UAN diganti dengan UN (Ujian Nasional) standar nilai kelulusan semakin meningkat dengan nilai 4.01 (2004/2005), kemudian meningkat lagi pada tahun berikutnya menjadi 4,26 (2005/2006).
Standar nilai kelulusan ini ditetapkan dan disesuaikan dengan target yang diidealkan pemerintah. Pemerintah mengharap bahwa dengan penerapan sistem standar nilai kelulusan ini, pemerintah dapat mengangkat mutu pendidikan di Indonesia. Hal tersebut kemudian menjadi sangat kontradiktif dengan apa yang ada pada pandangan pemerhati pendidikan di Indonesia atau bahkan dalam kacamata masyarakat itu sendiri. Bagi para pemerhati pendidikan, UN merupakan kesalahan interpretasi pemerintah dalam memahami evaluasi dari standard pendidikan nasional. 
Seperti apa yang disampaikan oleh Deni Hadiana (Perekayasa Pendidikan Litbang Diknas), bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan pemerintah terkait dengan UN. Pertama, kesalahpahaman interpretasi terhadap UU Nomor 20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas). Dan yang kedua, adalah UN belum mampu mencerminkan keadilan bagi peserta didik, hal tersebut bisa dilihat dari masih tingginya disparitas mutu pendidikan antar satu sekolah dengan sekolah lainnya, yang kemudian bisa melahirkan persaingan yang tidak sehat antar sekolah atau bahkan pihak sekolah akan melakukan kecurangan-kecurangan demi mencapai target standar kelulusan UN.
Di samping itu, pada wilayah masyarakat dan pelaku pendidikan, standar UN seakan-akan menjadi “momok” yang menakutkan. Banyak orang tua siswa dan pelaku pendidikan yang menjadi gelisah setiap menjelang UN. Bahkan beberapa siswa harus mengalami shocktrauma dalam menghadapi UN.
Dari uraian tersebut, mungkin terdapat beberapa hal yang memang harus disikapi baik oleh pemerintah, pengamat pendidikan, sekolah dan para orang tua murid, terkait dengan UN. Yang pertama, perlunya menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kedua, perlu diterapkannya tahapan dalam menerapkan standar UN yang berbasis sekolah dan psikologi siswa. Dan yang terakhir adalah adanya pengawasan yang kontinyu baik oleh pemerintah maupun masyarakat terhadap realisasi dari UN tersebut.
Penutup  
Dari berbagai uraian di atas tersebut ada beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai bahan refleksi bagi kita dalam melihat perkembangan nasib pendidikan di Indonesia. Setidak-tidaknya ada benang merah yang bisa kita usut dalam menyikapi nasib pendidikan di Indonesia. Dan bisa menjadi landasan dalam menyikapi pendidikan secara arif, agar seluruh kalangan bisa menyadari akan arti vital dari pendidikan. Bukankah pepatah lama selalu mengatakan bahwa ilmu itu adalah cahaya bagi kehidupan. Jadi pendidikan adalah pilar dasar bagi kemajuan Indonesia pada masa yang akan datang.

Sekilas Tentang Perempuan


By ; Minhatun Illah
Dengan makin digalakkannya program otonomi daerah, maka dalam hal pemanfaatan sumber daya manusia keseimbangan peran aktif laki-laki dan perempuan merupakan hal yang sangat esensial. Tetapi pada kenyataannya pada saat ini keterlibatan wanita cenderung belum/kurang dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut terbukti dari banyaknya sumber daya perempuan yang belum dimanfaatkan secara maksimal baik dari segi pendidikan maupun dari segi kesempatan kerja. Pada dasarnya sumber daya perempuan merupakan sumber daya manusia yang sangat potensial dan sangat strategis untuk dikembangkan sebab kemampuan perempuan pada saat ini sudah bisa dikatakan sama bahkan lebih baik daripada laki-laki. Dan apabila potensi kaum perempuan tadi tidak dimanfaatkan secara optimal, maka dapat berpengaruh terhadap program pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu bangsa.
Bersambung...
salam pergerakan... !

Selamat & Sukses


Sekamat atas terpilihnya

Sahabat Muhammad Ramli

sebagai Ketua PMII Komisariat Al-Khairat Pamekasan

Masa Khidmad 2009-2010.

semoga mampu menjalankan roda kepemimpinan ke arah yang lebih baik

dzikir, fikir & amal shalih

salam pergerakan...!

Sekilas Tentang Pergerakan


Oleh; Nor Hasanah

Organisasi sebagai bagian dari bangsa Indonesia mengakui adanya ideologi dan falsafah hidup bangsa yang terumuskan dalam pancasila. Sebagai organisasi yang menganut nilai ke-Islaman, yang senantiasa menjadikan Islam sebagai panduan dan sekaligus menyebarkan dan mengejawantahkan kedalam pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.

Bahwa nilai ke-Indonesiaan dan ke-Islaman merupakan paduan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari Indonesia, maka kewajiban bagi setiap orang adalah mempertahankannya dengan segala tekad dan kemampuan, baik secara pribadi maupun bersama-sama.
Sebagai organisasi yang mengemban misi perubahan dan intelektual, Mahasiswa Islam wajib bertanggung jawab membebaskan bangsa Indonesia dari keterbelakangan dan keterpurukan kepada kemajuan, kemakmuran dan keadilan. Kewajiban dan tanggung jawab ke-Islaman, ke-Indonesiaan dan Intelektual, menginspirasikan terbentuknya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sebagai Organisasi Mahasiswa Islam yang berhaluan Ahlussunah Wal Jamaah.

Sekilai Nilai dalam PMII
 Ke-Islaman adalah nilai-nilai Islam Ahlussunah Wal Jamaah.
 Kemahasiswaan adalah sifat-sifat yang dimiliki mahasiswa, yaitu idealisme, perubahan, komitmen, keperdulian sosial dan kecintaan kepada hal-hal yang bersifat positif.
 Kebangsaan adalah nilai-nilai yang bersumber dari kultur, filosofi, sosiologi dan yuridis bangsa Indonesia.
 Kemasyarakatan adalah bersifat include dan menyatu dengan masyarakat dengan masyarakat. Bergerak dari dan untuk masyarakat.
 Independen adalah berdiri secara mandiri, tidak bergantung kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun kelompok.
 Profesional adalah distrubusi tugas dan wewenang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan keilmuan masing-masing.

Pribadi ulul albab adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu, dengan senantiasa berdzikir kepada Allah, berkesadaran historis-primordial atas relasi Tuhan-manusia-alam, berjiwa optimis transendental sebagai kemampuan untuk mengatasi masalah kehidupan, berpikir dialektis, bersikap kritis dan bertindak transformatif.
Adapun tugas dari seorang kader, antara lain :
 Melakukan dan meningkatkan amar ma’ruf nahi munkar.
 Mempertinggi mutu ilmu pengetahuan Islam dan IPTEK.
 Meningkatkan kualitas kehidupan umat manusia dan umat Islam melalui kontekstualisasi pemikiran, pemahaman dan pengalaman ajaran agama Islam sesuai dengan perekembangan budaya masyarakat.
 Meningkatkan usaha-usaha dan kerjasama untuk kesejahteraan umat manusia, umat Islam dan mahasiswa serta usaha sosial kemasyarakatan.
 Mempererat hubungan dengan ulama dan umara demi terciptanya ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah..
 Memupuk dan meningkatkan semangat nasionalisme melalui upaya pemahaman, dan pengamalan pancasila secara kreatif dan bertanggung jawab.

Keanggotaan
1. Anggota biasa adalah :
o Mahasiswa Islam yang tercatat sebagai mahasiswa pada suatu perguruan tinggi dan atau yang sederajat.
o Mahasiswa Islam yang telah menyelesaikan program studi pada perguruan tinggi dan atau yang sederajat atau telah mencapai gelar kesarjanaan S1, S2, atau S3 tetapi belum melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun.
o Anggota yang belum melampaui usia 35 tahun.
2. Kader adalah :
o Telah dinyatakan berhasil menyelesaikan Pelatihan Kader Dasar (PKD) dan follow up-nya.
o Sebagai mana pada ayat (2) poin (a) baik yang menjadi pengurus Rayon dan seterusnya maupun yang telah menggeluti kajian-kajian, aktif melakukan advokasi di masyarakat maupun telah memasuki wilayah professional.

Penerimaan anggota dilakukan dengan cara :
o Calon anggota mengajukan permintaan secara tertulis atau mengisi formulir untuk menjadi calon anggota PMII kepada Pengurus Cabang.
o Seseorang syah menjadi anggota PMII setelah mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) dan mengucapkan bai’at persetujuan dalam suatu upacara pelantikan.
o Dalam hal-hal yang sangat diperlukan, Pengurus Cabang dapat mengambil kebijaksanaan lain yang jiwanya tidak menyimpang dari ayat (1) dan ayat (2) tersebut diatas.
o Apabila syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 dan 2 di atas dipenuhi kepada anggota tersebut diberikan tanda anggota oleh Pengurus Cabang.

Keanggotaan berakhir masa keanggotaan, apabila :
o Meninggal dunia.
o Atas permintaan sendiri secara tertulis yang disampaikan kepada Pengurus Cabang.
o Diberhentikan sebagai anggota, baik secara terhormat maupun secara tidak terhormat.
o Telah habis masa keanggotaan sebagai anggota biasa sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 ART ini.

Bentuk dan tata cara pemberhentian diatur dalam ketentuan tersendiri.
o Anggota yang telah habis masa keanggotaannya pada saat masih menjabat sebagai pengurus dapat diperpanjang masa keanggotaannya hingga berakhirnya masa kepengurusan.
o Anggota yang telah habis masa keanggotaannya disebut “Alumni PMII”.
o Hubungan PMII dan Alumni PMII adalah hubungan histories, kekeluargaan, kesetaraan dan kualitatif.

Hak & Kewajiban Anggota

 Hak Anggota : Anggota berhak atas pendidikan, kebebasan berpendapat, perlindungan, dan pembelaan serta pengampunan (rehabilitasi).
 Kewajiban Anggota, antara lain :
a) Membayar uang pangkal dan iuran pada setiap bulan yang besarnya ditentukan oleh Pengurus Cabang.
b) Mematuhi AD/ART, NDP, Paradigma Gerakan serta produk hukum organisasi lainnya.
c) Menjunjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam, Negara dan organisasi.

Hak Kader :
• Berhak memilih dan dipilih.
• Berhak mendapat pendidikan, kebebasan berpendapat, perlindungan, dan pembelaan serta pengampunan (rehabilitasi).
• Berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul-usul dan pertanyaan-pertanyaan secara lisan maupun secara tulisan.

Kewajiban Kader :
 Melakukan dinamisasi organisasi dan masyarakat melalui gerakan pemikiran dan rekayasa sosial secara sehat mulia.
 Membayar uang pangkal dan iuran pada setiap bulan yang besarnya ditentukan oleh Pengurus Cabang.
 Mematuhi dan menjalankan AD/ART, NDP, Paradigma Gerakan dan produk hukum organisasi lainnya.
 Menjunjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam, negara dan organisasi.

Sumber ;
1. Bunga Rampai PMII
2. AD/ART PMII